Rabu, 26 Desember 2018

ALJABAR LINIER

BAB I
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1   SISTEM PERSAMAAN LINIER





SPL mempunyai m persamaan dan n variable.
Matris yang diperbesar (augmented matrix)

Contoh :

 [■(2&3&4@3&4&5)]
Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu :
Konsisten
Solusi Tunggal
Solusi Banyak

Tidak Konsisten
Contoh : Solusi Tunggal
 █(g_1=2x-3y=6@g_2=3x+y=4)/█(banyak persamaan=banyak variabel@m             =         n)
Contoh : Solusi Banyak
g1 = 2x - 3y = 6
g2 = 2x – 3y =6
m <  n
Contoh : Tidak Konsisten
█(g_1=2x-3y=6@g_2=2x-3y=8)/(0                   = -2)
0 = Konstanta

2.2   ELIMINASI GAUSS
Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan sistem-sistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk mereduksi matriks yang diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut.
[■(1&0&0@0&1&0@0&0&1)    ■(1@2@3)]
Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris terreduksi (reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut harus mempunyai sifat-sifat berikut.
Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris tersebut adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks.
Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka 1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama dalam baris yang lebih tinggi.
Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.
Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris (row-echelon form).

Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi.
[■(1&0&0@0&1&0@0&0&1)    ■(4@7@-1)] [■(1&0&0@0&1&0@0&0&1)] [■(0@0@■(0@0))   ■(1@0@■(0@0))   ■(-2@0@■(0@0))   ■(0@1@■(0@0))   ■(1@3@■(0@0))] [■(0&0@0&0)]
Matriks-matriks berikut adalah matriks dalam bentuk eselon baris.
[■(1&2&3@0&1&5@0&0&1)    ■(9@6@2)] [■(1&1&0@0&1&0@0&0&0)] [■(0&1&2@0&0&1@0&0&0)    ■(6@2@0)    ■(0@0@1)]



Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan eliminasi Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris dinamakan eliminasi Gauss.
Contoh 1:
Pecahkanlah dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
x1  + 3x2  – 2x3  + 2x5  = 0
2x1  + 6x2  – 5x3  – 2x4  + 4x5  – 3x6  = –1
5x3  + 10x4  + 15x6  = 5
2x1  + 6x2  + 8x4  + 4x5  + 18x6 = 6

Maka matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah
[■(1&3&-2@2&6&-5@■(0@2)&■(0@6)&■(5@0))    ■(0&2&0@-2&4&-3@■(10@8)&■(0@4)&■(15@18))   ■(0@-1@■(5@6))]
Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan mendapatkan
[■(1&3&-2@0&0&-1@■(0@0)&■(0@0)&■(5@4))    ■(0&2&0@-2&0&-3@■(10@8)&■(0@0)&■(15@18))   ■(0@-1@■(5@6))]
Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris ketiga dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan
[■(1&3&-2@0&0&1@■(0@0)&■(0@0)&■(0@0))    ■(0&2&0@2&0&3@■(0@0)&■(0@0)&■(0@6))    ■(0@1@■(0@2))]
Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris ketiga dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris
[■(1&3&-2@0&0&1@■(0@0)&■(0@0)&■(0@0))    ■(0&2&0@2&0&3@■(0@0)&■(0@0)&■(1@0))    ■(0@1@■(□(1/3)@0))]
Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2 kali baris kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan bentuk eselon baris terreduksi
[■(1&3&-2@0&0&1@■(0@0)&■(0@0)&■(0@0))    ■(0&2&0@2&0&0@■(0@0)&■(0@0)&■(1@0))    ■(0@0@■(□(1/3)@0))]
Sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian adalah
x1  + 3x2  + 4x4  + 2x5  = 0
x3  + 2x4  = 0
x6  = 1/3

Dengan memecahkannya untuk peubah peubah utama, maka kita dapatkan
x1 = – 3x2 – 4x4  – 2x5
x3 = – 2x4
x6 = 1/3
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s  – 2t ,  x2 = r ,  x3 = – 2s ,  x4 = s ,  x5 = t , x6 = 1/3
Terkadang lebih mudah memecahkan sistem persamaan linear dengan menggunakan eliminasi Gauss untuk mengubah matriks yang diperbesar menjadi ke dalam bentuk eselon baris tanpa meneruskannya ke bentuk eselon baris terreduksi. Bila hal ini dilakukan, maka sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian dapat dipecahkan dengan sebuah cara yang dinamakan substitusi balik (back-substitution). Kita akan melukiskan metode ini dengan menggunakan sistem persamaan-persamaan pada contoh 1.
Dari perhitungan dalam contoh 1, bentuk eselon baris dari matriks yang diperbesar tersebut adalah
[■(1&3&-2@0&0&1@■(0@0)&■(0@0)&■(0@0))    ■(0&2&0@2&0&0@■(0@0)&■(0@0)&■(1@0))    ■(0@0@■(□(1/3)@0))]
Untuk memecahkan sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian
x1  + 3x2  – 2x3  + 2x5  = 0
x3  + 2x4  + 3x6  = 1
x6  = 1/3
maka kita memprosesnya sebagai berikut :




x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = 1 – 2x4 – 3x6
x6 = 1/3



Dengan mensubstitusikan x6 = 1/3 ke dalam persamaan kedua maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = – 2x4
x6 = 1/3
Dengan mensubstitusikan x3 = – 2x4 ke dalam persamaan pertama maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 – 4x4  – 2x5
x3 = – 2x4
x6 = 1/3



Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
x1 = – 3r – 4s  – 2t ,  x2 = r ,  x3 = – 2s ,  x4 = s ,  x5 = t , x6 = 1/3
Ini sesuai dengan pemecahan yang diperoleh pada contoh 1.


2.3   SISTEM PERSAMAAN LINIER HOMOGEN
Sebuah sistem persamaan-persamaan linier dikatakan homogen jika semua suku konstan sama dengan nol; yakni sistem tersebut mempunyai bentuk
a11x1 + a12x2  + ……+ a1nxn = 0
a21x2 + a22x2  + ……+ a2nxn = 0
    :          :                      :        :
am1x1 + am2x2  + ……+ amnxn = 0
Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 = 0, x2 = 0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan pemecahan trivial (trivial solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut dinamakan pemecahan taktrivial (nontrivial solution).
Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu pemecahan atau tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan ini adalah pemecahan trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut.
Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara pernyataan berikut benar.
Sistem tersebut hanya mempunyai pemecahan trivial.
Sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya pemecahan tak trivial sebagai tambahan terhadap pemecahan trivial tersebut.
Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak trivial ; yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari banyaknya persamaan. Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari empat persamaan dengan lima bilangan tak diketahui.
Contoh :
Pecahkanlah sistem persamaan-persamaan linier homogeny berikut dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
2X + 2X2 – X3    + X5        = 0
-X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0
X1 + X2 – 2X3      - 5X5      = 0
X3 + X4 + X5       = 0
Matrix yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah
[■(■(2&2&-1@-1&-1&2)&■(0&1&0@-3&1&0)@■(1&   1&  -2@0&   0&1)&■( 0&-1&0@1&1&0))]
Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan
[■(■(1&1&0@0&0&1)&■(0&1&0@0&1&0)@■(0&0&0@0&0&0)&■(1&0&0@0&0&0))]
Sistem persamaan yang bersesuaian adalah
X1 + X2 + X5  = 0
X3 + X5 = 0
X4 = 0
Dengan memecahkannya untuk peubah-peubah utama maka akan menghasilkan
X1 = -X2 – X5
X3 = -X5
X4 = 0
Maka himpunan pemecahan akan di berikan oleh
  X1 = -s – t, X2 = s, X3 = -t ,  X4 = 0,  X5 = t
Perhatikan bahwa pemecahan trivial kita dapatkan bila s = t = 0.

MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS

Matriks
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.

A = [■(■(a_11&a_12@a_21&a_22 )&■(a_13=&a_1n@a_23=&a_2n )@■(↓&↓@a_m1&a_m2 )&■(↓&↓@a_m3=&a_mn ))]

Operasi Matriks
Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat di tambahkan.
A =[■(a&b@c&d)] , B =[■(e&f@g&h)]
A + B = [■(a&b@c&d)]+[■(e&f@g&h)]  = [■(a+e&b+f@c+g&d+h)]
Contoh : A = [■(1&3@4&5)] , B = [■(3&4@1&3)] , C = [■(1&3&4@2&3&1@3&4&5)]
A + B = [■(4&7@5&8)]
Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan.
Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c.
c [■(a&b@c&d)] = [■(ca&cb@cc&cd)]
Contoh : A =  [■(1&3&4@2&3&1@3&4&5)] , maka 2A =  [■(2&6&8@4&6&2@6&8&10)]
Perkalian, dengan syarat Am x n Bn x o = Cm x o
Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B matriks r x n, maka hasil kali AB adalah matriks m x n yang entri- entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris I dan kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
A = [■(a&b@c&d)], B = [■(e@f)]
AB = [■(a&b@c&d)][■(e@f)]= [■(ae+bf@ce+df)]
Contoh : A = [■(1&3@4&5)] , B = [■(3@2)]
AB = [■(9@22)]
Transpose
Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.
A = [■(a&b&c@d&e&f@g&h&i)]  At = [■(a&d&g@b&e&h@c&f&i)]
Contoh : A = [■(2&6&8@4&6&2@6&8&10)]  At = [■(2&4&6@6&6&8@8&2&10)]

2.5   ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS
Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil berlaku juga untuk matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu dari pengecualian yang terpenting terjadi dalam perkalian matriks. Untuk bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai ab = bayang sering dinamakan hukum komutatif untuk perkalian. Akan tetapi, untuk matriks-matriks, maka AB dan BA tidak perlu sama.
Contoh 20
Tinjaulah matriks-matriks


Dengan mengalikannya maka akan memberikan


Jadi, AB ≠ BA

Contoh 21
Sebagai gambaran hukum asosiatif untuk perkalian matriks, tinjaulah



Kemudian




Sehingga


Sebaliknya

Maka


Jadi, (AB)C = A(BC), seperti yang dijamin oleh Teorema 2(c).







Bukti. Jika AX = B adalah sistem persamaan linear, maka persis satu dari antara berikut akan benar: (a) sistem tersebut tidak mempunyai pemecahan, (b) sistem tersebut mempunyai persis satu pemecahan, atau (c) sistem tersebut mempunyai lebih dari satu pemecahan. Bukti tersebut akan lengkap jika kita dapat memperlihatkan bahwa sistem tersebut mempunyai takhingga banyaknya pemecahan dalam kasus (c).
Contoh 23
Tinjaulah matriks
Maka

Dan





Contoh 24
Matriks
adalah invers dari
karena

dan




Bukti. Karena B adalah invers A, maka BA = I. Dengan mengalikan kedua ruas dari sebelah kanan dengan C maka akan memberikan (BA)C = IC = I. Tetapi (BA)C = B(AC) = BI = B, sehingga B = C.
Contoh 26
Tinjaulah matriks 2x2

Jika ad – bc ≠ 0, maka







Bukti. Jika kita dapat memperlihatkan bahwa (AB)(A B ) = (B A )(AB)=I, maka kita telah secara serempak membuktikan bahwa AB  dapat dibalik dan bahwa (AB)  = B A . Tetapi (AB)(B A ) = AIA  = AA  = I. Demikian juga (B A )(AB) = I.

Contoh 27
Tinjaulah matriks-matriks


Dengan menerapkan rumus yang diberikan dalam contoh 25, kita dapatkan



Maka, (AB)-1 = B-1A -1 seperti yang dijamin oleh Teorema 6.






Teorema berikut, yang kita nyatakan tanpa bukti, menunjukkan bahwa hukum-hukum yang sudah dikenal dari eksponen adalah shahih.



Teorema selanjutnya menetapkan beberapa sifat tambahan yang berguna dari eksponen matriks tersebut.





Bukti.
Karena AA-1 = A-1 A = I, maka A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A.

Jika k adalah sebarang scalar yang taksama dengan nol, maka hasil (l) dan (m) dari Teorema 2 akan memungkinkan kita untuk menuliskan

(kA) =
Demikian juga  (kA) = I sehingga kA dapat dibalik dan (kA)-1 =  .
Kita simpulkan bagian ini dengan sebuah Teorema yang menyenaraikan sifat-sifat utama dari operasi transpose.








2.6   MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1
Dibawah ini kita daftarkan matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya.
         (ii)         (iii)    (iv)






Operasi baris pada I yang menghasilkan E Operasi baris pada E yang menghasilkan I
Kalikanlah baris I dengan c ≠ 0. Kalikanlah baris I dengan 1⁄c
Pertukarkan baris I dan baris j. Pertukarkan baris i dan baris j.
Tambahkan c kali baris I ke baris j. Tambahkan – c kali baris i ke baris j.

Operasi-operasi d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-operasi yang bersesuaian di ruas kiri.


Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I. Misalnya Eo adalah matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris invers akan saling meniadakan efek satu sama lain, maka diperoleh
EoE = I dan    EEo = I
Jadi, matriks elementer Eo adalah invers dari E.
A  I   =   I A-1
Contoh :
A =   A-1 = . . . ?
Jawab :

A  I =  [■(1&0&2@2&-1&3@4&1&8)            ■(1&0&0@0&1&0@0&0&1)]
        =    [■(1&0&2@0&-1&-1@0&1&0)       ■(1&0&0@-2&1&0@-4&0&1)]   
        =    [■(1&0&2@0&1&0@0&-1&-1)     ■(1&0&0@  -4&0&1@  -2&1&0)]
        =    [■(1&0&2@0&1&0@0&1&1)         ■(1&0&0@  -4&0&1@2&-1&0)]

      = [■(1&0&2@0&1&0@0&0&1)         ■(1&0&0@ -4&0&1@6&-1&-1)]
                             I           A-1

2.7  HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAN DAN KETERBALIKAN


AX = B → X = B/A  → I . B = B
           A . ⏟(A^(-1)  .B) = B
                                    A .  X       =  B
       X       =  A-1 . B

X . A = B
X . . . ?
Jawab:
B . I = B
⏟(B .  A^(-1) ) . A = B
     X      . A  =  B
            X      = B . A-1















BAB II
DETERMINAN
3.1 FUNGSI DETERMINAN
Dalam bagian ini kita memulai pengkajian fungsi bernilai rill dari sebuah peubah matriks, yakni fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan riil f(x) dengan sebuah matriks X. Sebelum kita mampu mendefinisikan fungsi determinan, maka kita perlu menetapkan beberapa hasil yang menyangkut permutasi.



Contoh :
Ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan-bilangan bulat {1,2,3}. Permutasi-permutasi ini adalah
(1, 2, 3) (2, 1, 3) (3, 1, 2)
(1, 3, 2) (2, 3, 1) (3, 2, 1)
Salah satu metode yang mudah secara sistematis mendaftarkan permutasi-permutasi adalah dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree).
Contoh :



Untuk menyatakan permutasi umum dari himpunan {1,2,…,n}, maka kita akan menuliskan (j_1,j_(2,)…,j_n ). Disini, j_1 adalah bilangan bulat pertama dalam permutasian, j_2 adalah bilangan bulat kedua, dan seterusnya. Sebuah invers (inversion) dikatakan terjadi dalam permutasi (j_(1,) j_2,…,j_n ) jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah bilangan bulat yang lebih kecil. Jumlah invers seluruhnya yang terjadi dalam permutasi dapat diperoleh sebagai berikut:
Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari j_1 dan yang membawa j_1 dalam mutasi tersebut.
Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari j_2 dan yang membawa j_2 dalam mutasi tersebut.
Teruskanlah proses penghitungan ini untuk j_3,…,j_(n-1). Jumlah bilangan-bilangan ini akan sama dengan jumlah invers seluruhnya dalam permutasi tersebut.
Contoh :
Tentukanlah banyaknya invers dalam permutasi-permutasi berikut
(3, 4, 1, 5, 2)
(4, 2, 5, 3, 1)
Jawab:
Banyaknya invers adalah 2 + 2 + 0 + 1 = 5
Banyaknya invers adalah 3 + 1 + 2 + 1 = 7



Contoh :
Tabel berikut mengklasifikasikan berbagai permutasi dari {1,2,3} sebagai genap atau ganjil.
Permutasi Banyaknya Invers Klasifikasi
(1, 2, 3) 0 Genap
(1, 3, 2) 1 Ganjil
(2, 1, 3) 1 Ganjil
(2, 3, 1) 2 Genap
(3, 1, 2) 2 Genap
(3, 2, 1) 3 Ganjil


Fungsi Determinan
Definisi : misalkan A adalah matriks kuadrat. Fungsi determinan dinyatakan oleh det, dan kita definiskan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A jumlah det(A) kita namakan determinan A.
Contoh 5
det [■(a_11&a_12@a_21&a_22 )] = a_11 a_22-a_12 a_21

det [■(a_11&a_12&a_13@a_21&a_22&a_23@a_31&a_32&a_33 )] = a_11 a_22 a_33+a_12 a_23 a_31+a_13 a_21 a_32
-a_13 a_22 a_31-a_12 a_21 a_33-a_11 a_23 a_32
Caranya sebagai berikut :

[■(a_11&a_12@a_21&a_22 )]  [■(a_11&a_12&a_13@a_21&a_22&a_23@a_31&a_32&a_33 )]  ■(a_11@a_21@a_31 )  ■(a_12@a_22@a_32 )

Dengan mengalikan entri-entri pada panah yang mengarah ke kanan dan mengurangkan hasil kali entri-entri pada panah yang mengarah ke kiri.

Contoh 6
Hitunglah determinan-determinan dari :
= [■(3&1@4&-2)]
= [■(1&2&3@-4&5&6@7&-8&9)]
Dengan menggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (3)(-2) – (1)(4) = -10
dengan mnggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (45) + (84) + (96) – (105) – (-48) – (-72) = 240
*Perhatian bahwa metode/cara yang digunakan pada contoh 5 dan 6 tidak berlaku determinan matriks 4 x 4 atau untuk matriks yang lebih tinggi.


3.2   MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS


Matriks kuadrat kita namakan segitiga atas (upper triangular) jika semua entri di bawah diagonal utama adalah nol. Begitu juga matriks kuadrat kita namakan segitiga bawah (lower triangular), jika semua entri di atas diagonal utama adalah nol. Sebuah matriks baik yang merupakan segitiga atas maupun segitiga bawah kita namakan segitiga (triangular).
Contoh:
Sebuah matriks segitiga atas 4 × 4 yang umum mempunyai bentuk
[■(a_11&a_12&a_13@0&a_22&a_23@■(0@0)&■(0@0)&■(a_33@0))    ■(a_14@a_24@■(a_34@a_44 ))]
Sebuah matriks segitiga bawah 4 × 4 yang umum mempunyai bentuk
[■(a_11&0&0@a_21&a_22&0@■(a_31@a_41 )&■(a_32@a_42 )&■(a_33@a_43 ))    ■(0@0@■(0@a_44 ))]



Contoh:
[■(1&-2&0@0&1&-1@0&0&7)] = 1 . 1 . 7 = 7





Contoh :
A = [■(1&2&3@0&1&4@1&2&1)] = - 2
A_1 = [■(4&8&12@0&1&4@1&2&1)] = 4 [■(1&2&3@0&1&4@1&2&1)]
= 4 . (-2)
= -8
A_2 = [■(0&1&4@1&2&3@1&2&1)]  = - [■(1&2&3@0&1&4@1&2&1)]
= - (-2)
= 2

A_3 = [■(1&2&3@-2&-3&2@1&2&1)]  = [■(1&2&3@0&1&4@1&2&1)]
= -2
Contoh :
A = [■(1&3&-2@2&6&-4@■(3@1)&■(9@1)&■(1@4))    ■(4@8@■(5@8))]
Det (A) = [■(1&3&-2@0&0&0@■(3@1)&■(9@1)&■(1@4))    ■(4@0@■(5@8))]
Kita tidak memerlukan reduksi selanjutnya karena dari Teorema 1 kita peroleh bahwa det (A) = 0. Dari contoh ini seharusnya sudah jelas bahwa bila matriks kuadrat mempunyai dua baris yang terdiri dari bilangan nol dengan menambahkan kelipatan yang sesuai dari salah satu baris ini pada baris yang satu lagi. Jadi, jika matriks kuadrat mempunyai dua baris yang sebanding, maka determinannya sama dengan nol.

Contoh :
[■(-1&4@-2&8)] Karena baris pertama dan kedua sebanding yaitu 1 : 2 maka det (A) = 0.

SIFAT-SIFAT FUNGSI DETEREMINAN



Pernyataan. Karena hasil ini, maka hampir tiap-tiap teorema mengenai determinan yang mengandung perkataan baris dalam pernyataannya akan benar juga bila perkataan “kolom” disubstitusikan untuk “baris”. Untuk membuktikan pernyataan kolom, kita hanya perlu mentranspos (memindahkan) matriks yang di tinjau untuk mengubah pernyataan kolom tersebut pada pernyataan baris, dan kemudian menerapkan hasil yang bersesuaian yang sudah kita ketahui untuk baris.
Contoh
Hitunglah determinan dari
A = [■(■(1&0@2&7)&■(0&3@0&6)@■(0&6@7&3)&■(3&0@1&-5))]
Determinan ini dapat di hitung seperti sebelumunya dengan menggunakan operasi baris elementer untuk mereduksi A pada bentuk eelon baris. Sebaliknya, kita dapat menaruh A pada bentuk segitiga bawah dalam satu langkah dengan menambahkan -3 kali kolom pertama pada kolom keempat untuk mendapatkan
Det (A) = det [■(■(1&0@2&7)&■(0&0@0&0)@■(0&6@7&3)&■(3&0@1&-26))] =(1)(7)(3)(-26)= -546
Contoh ini menunjukkan bahwa selalu merupakan hal yang bijaksana untuk memperhatikan operasi kolom yang tepat yang akan meringkaskan perhitungan tersebut.
Misalkan A dan B adalah matriks-matriks n x n dan k adalah sebarang skalar. Kita karang meninjau hubungan yang mungkin di antara det(A), det(B), dan
det(kA), det(A + B), dan det(AB)
karena sebuah faktor bersama dari sebarang baris matriks dapat dipindahkan melalui tanda det, dan karena setiap baris n baris dalam kA mempunyai factor bersama sebesr k, maka kita dapatkan
det(kA) = kn det(A)





Contoh
Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa
det   =   +



Contoh
Tinjaulah matriks-matriks 
     
Kita peroleh det(A) det(B) = (1) (-23) = -23. Sebaliknya dengan perhitungan langsung maka det(AB) = -23, sehingga det(AB) = det(A) det(B).


Contoh
Karena baris pertama dan baris ketiga dari

Sebanding, maka det(A) = 0, jadi A tidak dapat dibalik

3.4   EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER
Pada bagian ini kita meninjau sebuah metode untuk mengitung determinan yang berguna untuk perhitungan yang menggunakan tangan dan secara teoritis penting penggunaannya. Sebagai konsekuensi dari kerja kita di sini, kita akan mendapatkan rumus untuk invers dari matriks yang dapat dibalik dan juga akan mendapatkan rumus untuk pemecahan sistem-sistem persamaan linear tertentu yang dinyatakan dalam determinan.



Contoh :
Misalkan
A=[■(3&1&-4@2&5&6@1&4&8)]
Minor entri a11 adalah
M_11 |■(3&1&-4@2&5&6@1&4&8)|=|■(5&6@4&8)|=16
Kofaktor a11 adalah
C11 = (-1)1 + 1 M11 = M11 = 16
Demikian juga, minor entri a32 adalah
M_32 |■(3&1&-4@2&5&6@1&4&8)|=|■(3&-4@2&6)|=26
Kofaktor a32 adalah
C32 = (-1)3 + 2 M32 = M32 = – 26
Perhatikan bahwa kofaktor dan minor elemen aij hanya berbeda dalam tandanya, yakni, Cij = ± Mij. Cara cepat untuk menentukan apakah penggunaan tanda + atau tanda – merupakan kenyataan bahwa penggunaan tanda yang menghubungkan Cij dan Mij berada dalam baris ke i dan kolom ke j dari susunan
[■(+&-&+@-&+&-@■(+@-@⋮)&■(-@+@⋮)&■(+@-@⋮))    ■(-&+@+&-@■(-@+@⋮)&■(+@-@⋮))    ■(⋯@⋯@■(⋯@⋯@))]
Misalnya, C11 = M11, C21 = – M21, C12 = – M12, C22 = M22, dan seterusnya.
Tinjaulah matriks 3 x 3 umum
A=[■(a_11&a_12&a_13@a_21&a_22&a_23@a_31&a_32&a_33 )]
det⁡〖(A)=〗 a_11 a_22 a_33  + a_12 a_23 a_31  + a_13 a_21 a_32  – a_13 a_22 a_31  – a_12 a_21 a_33  – a_11 a_23 a_32
dapat kita tuliskan kembali menjadi
det⁡〖(A)=〗 a_11 〖(a〗_22 a_33-a_23 a_32) + a_21 (a_13 a_32-a_12 a_33) + a_31 (a_12 a_23  – a_13 a_22)
Karena pernyataan-pernyataan dalam kurung tidak lain adalah kofaktor-kofaktor C11, C21 dan C31, maka kita peroleh
det⁡〖(A)=〗 a_11 C_11+ a_21 C_21  + a_31 C_31
Persamaan di atas memperlihatkan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri pada kolom pertama A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kalinya. Metode menghitung det(A) ini dinamakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.
Contoh :
Misalkan
A=[■(3&1&0@-2&-4&3@5&4&-2)]
Hitunglah det(A) dengan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.

Pemecahan.
det⁡(A)=3|■(-4&3@4&-2)|-(-2)|■(1&0@4&-2)|+5|■(1&0@-4&3)|
=3(-4)-(-2)(-2)+5(3)=-1
det⁡〖(A)=〗 a_11 C_11+ a_12 C_12  + a_13 C_13
=a_11 C_11+ a_21 C_21  + a_31 C_31
=a_21 C_21+ a_22 C_22  + a_23 C_23
=a_12 C_12+ a_22 C_22  + a_32 C_31
=a_31 C_31+ a_32 C_32  + a_33 C_33
=a_13 C_13+ a_23 C_23  + a_33 C_33
Perhatikan bahwa dalam setiap persamaan semua entri dan kofaktor berasal dari baris atau kolom yang sama. Persamaan ini dinamakan ekspansi-ekspansi kofaktor det(A).
Hasil-hasil yang baru saja kita berikan untuk matriks 3 x 3 membentuk kasus khusus dari teorema umum berikut, yang kita nyatakan tanpa memberikan buktinya.




Maka, ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j
det⁡〖(A)=〗 a_1j C_1j+ a_2j C_2j  + a_3j C_3j+⋯ +a_nj C_nj
dan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i
det⁡〖(A)=〗 a_i1 C_i1+ a_i2 C_i2  + a_i3 C_i3+⋯ +a_in C_in

Jika matriks A adalah sebarang matriks n x n dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks
[■(C_11&C_12&⋯@C_21&C_22&⋯@■(⋮@C_n1 )&■(⋮@C_n2 )&■(@⋯))     ■(C_1n@C_2n@■(⋮@C_nn ))]
Dinamakan matriks kofaktor A. Transpos matriks ini dinamakan adjoin A dan dinyatakan dengan adj(A).




















BAB III
VEKTOR-VEKTOR DI RUANG-2 DAN RUANG-3
VEKTOR (GEOMETRIK)
Vektor AB atau vektor u
A adalah titik awal (intial point)
B adalah titik terminal (terminal point)
Vektor Ekivalen
u ekivalen v
Apabila arah dan panjangnya sama.
Jadi u = v
Penjumlahan Vektor
v + w = w + v


Vektor Nol
+ v = v + 0 = v
Vektor Negatif
v + (-v) = 0
Pengurangan Vektor
v – w = v + (-w)




Komponen vektor di Ruang-2
u = (u1, u2)
v = (v1, v2)
Komponen vektor di Ruang-3
u = (u1, u2, u3)
v = (v1, v2, v3)
Penjumlahan
u + v = (u1, u2) + (v1, v2)
= (u1 + v1, u2 + v2)
u + v = (u1 + v1, u2 + v2, u3 + v3)  Ruang-3
Contoh:
Jika v = (1, -2) dan w = (7, 6) maka v + w = ?
Jawab:
v + w = (1, -2) + (7, 6)
= (1 + 7, -2 + 6)
= (8, 4)


Pengurangan
u – v = (u1, v1) – (u2, v2)
= (u1 – v1, u2 – v2)
u – v = (u1 – v1, u2 – v2, u3 – v3)  Ruang-3
Contoh:
Jika u = (7, 6) dan v = (3, 2), maka u – v = ?
Jawab:
u – v = (7, 6) – (3, 2)
= (7 – 3, 6 – 2)
= (4, 4)
Gambar titik P (-2, 3, 4)











4.2   NORMA VEKTOR; ILMU HITUNG VEKTOR







Panjang sebuah vector v sering dinamakan norma v dan dinyatakan dengan ‖v‖. Jelaslah dari teorema phytagoras bahwa norma vector v = (v1, v2) di ruang-2 adalah
‖v‖=√(v_1^2 〖+v〗_2^2 )

Misalkan v = (v1, v2, v3) adalah vector ruang-3. Dengan menggunakan gambar 3.16 dan dua penerapan phytagoras, maka kita dapatkan
                            ‖v‖=(OR)^2+(RP)^2
                                                                                 
                                                                                 
                                                                           


Jika   dan  adalah dua titik di ruang-3, maka jarak d diantara kedua titik tersebut adalah norma vector P1P2 , karena

Maka jelas bahwa


4.3   HASIL KALI TITIK; PROYEKSI
Pada bagian ini kita perkenalkan semacam perkalian vektor di ruang-2 dan ruang-3. Sifat-sifat ilmu hitung perkalian ini akan ditentukan dan beberapa penerapannya akan diberikan.
Misalnya u dan v adalah dua vektor taknol di ruang-2 dan ruang-3,dan anggaplah vektor-vektor ini telah dilokasikan sehingga titik awalnya berimpit. Yang kita artikan dengan sudut di antara u dan v, dengan sudut θ yang ditentukan oleh u dan v yang memenuhi 0 ≤ θ ≤ π








Misalkan u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah dua vektor taknol. Jika, seperti pada gambar dibawah, θ adalah sudut di antara u dan v, maka hukum cosinus menghasilkan
‖(PQ) ⃗ ‖^2=‖u‖^2+‖v‖^2-2‖u‖‖v‖  cos⁡θ



Karena (PQ) ⃗ = v – u, maka dapat kita tuliskan kembali sebagai
‖u‖‖v‖  cos⁡θ=1/2 (‖u‖^2+‖v‖^2-‖v-u‖^2 )
atau
u•v=1/2 (‖u‖^2+‖v‖^2-‖v-u‖^2 )
Dengan mensubstitusikan
‖u‖^2=u_1^2+u_2^2+u_3^2  ‖v‖^2=v_1^2+v_2^2+v_3^2
dan
‖v-u‖^2=〖(v_1-u_1)〗^2+〖(v_2-u_2)〗^2+〖(v_3-u_3)〗^2
Maka setelah menyederhanakannya akan kita dapatkan
u•v=u_1 v_1+u_2 v_2+u_3 v_3
Jika u = (u1, u2) dan v = (v1, v2) adalah dua vektor di ruang-2, maka rumus yang bersesuaian adalah
u•v=u_1 v_1+u_2 v_2
Jika u dan v adalah vektor taknol, maka rumus di atas dapat kita tulis
cos⁡θ=(u•v)/‖u‖‖v‖

Teorema berikut ini memperlihatkan bagaimana hasil kali titik dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai sudut diantara dua vektor; teorema ini juga menghasilkan hubungan penting di antara norma dan hasil kali titik.






Vektor tegaklurus disebut juga vektor ortogonal. Pada teorema di atas, dua vektor taknol adalah tegaklurus jika dan hanya jika hasil kali titiknya adalah nol. Jika kita sepakat menganggap u dan v agar tegaklurus maka salah satu atau kedua vektor ini haruslah 0, karenanya kita dapat menyatakan tanpa kecuali bahwa baik vektor u maupun v akan ortogonal jika dan hanya jika u • v = 0.







Jika u dan a ditempatkan sedemikian rupa maka titik awalnya akan menempati titik Q, kita dapat menguraikan vektor u sebagai berikut.



Turunkanlah garis tegaklurus dari atas u ke garis yang melalui a, dan bentuklah vektor w1 dari Q ke alas garis yang tegaklurus tersebut. Bentuk selanjutnya akan menjadi
w2 = u – w1
Sebagaimana ditunjukkan pada gambar di atas, vektor w1 sejajar dengan a, vektor w2 tegaklurus dengan a, dan
w1 + w2 = w1 + (u – w1) = u
Vektor w1 tersebut kita namakan proyeksi ortogonal u pada a atau kadang-kadang kita namakan komponen vektor u sepanjang a. Hal ini kita nyatakan dengan
proyau
Vektor w2 kita namakan komponen vektor u yang ortogonal terhadap a. Karena w2 = u – w1 maka vektor ini dapat kita tulis sebagai
w2 = u – proyau






Bukti :
Misalkan w1 = proyau dan w2 = u – proyau. Karena w1 sejajar dengan a, maka kita harus mengalikan skalar a, sehingga kita dapat menuliskan dalam bentuk w1 = ka. Jadi
u = w1 + w2 = ka + w2
Dengan mengambil hasil kali titik dari kedua sisi dengan a maupun dengan menggunakan teorema 2 dan 3 akan menghasilkan
u•a=(ka+w_2 )•a=k‖a‖^2+w_2•a
Namun w_2•a=0 karena w2 tegaklurus kepada a, sehingga persamaan di atas menjadi
k=(u•a)/‖a‖^2
Karena proyau = w1 = ka, kita dapatkan
proy_a u=(u•a)/‖a‖^2  a
Sebuah rumus untuk panjang komponen vektor u sepanjang a dapat kita peroleh dengan menuliskan
‖proy_a u‖  = ‖(u•a)/‖a‖^2  a‖
= |(u•a)/‖a‖^2 |‖a‖ (karena (u•a)/‖a‖^2  adalah sebuah skalar)
= |u•a|/‖a‖^2  ‖a‖ (karena ‖a‖^2 > 0)
menghasilkan
‖proy_a u‖=|u•a|/‖a‖
Jika θ menyatakan sudut antara u dan a, maka u•a=‖u‖‖a‖  cos⁡θ, sehingga dengan demikian rumus di atas dapat juga kita tuliskan menjadi
‖proy_a u‖=‖u‖|cos⁡θ |

Kemudian rumus untuk menghitung jarak antara titik dan garis adalah
D=|ax_0+by_0+c|/√(a^2+b^2 )

4.4   HASIL KALI SILANG
Definisi : jika u = (u_1,u_(2,) u_3) dan v = 〖(v〗_1,v_2,v_3) adalah vector di ruang-3, maka hasil kai silang u x v adalah vector yang didefinisikan oleh
u x v = (u_2 v_3-u_3 v_2,u_3 v_1-u_1 v_3,u_1 v_2-u_2 v_1)
atau dalam notasi determinan
u x v = (|■(u_2&u_3@v_2&v_3 )|,-|■(u_1&u_3@u_1&v_3 )|,|■(u_1&u_2@v_1&v_2 )|)
Terdapat pola pada rumus di atas yang berguna untuk diingat. Jika di bentuk matriks 2 x 3.
[■(u_1&u_2&u_3@v_1&v_2&v_3 )]
Di mana entri baris pertama adalah komponen factor pertama u dan entri baris kedua adalah komponen factor v, maka determinan dalam komponen pertama u x v didapatkan dengan mencoret kolom pertama matriks tersebut, determinan dalam komponen kedua kita dapatkan dengan mencoret kolom kedua dari matriks tersebut, sedangkan determinan dalam komponen ketiga kita dapatkan dengan mencoret kolom ketiga dari matriks tersebut.
Contoh 1
Carilah u x v, di mana u = (1, 2, -2) dan v = (3, 0, 1)
Jawab 
[■(1&2&-2@3&0&1)]
u x v = (|■(2&-2@0&1)|,-|■(1&-2@3&1)|,|■(1&2@3&0)|)
           = (2, -7, 6)










Misalkan : 
Tinjaulah vector-vektor : i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0), k = (0, 0, 1)
Setiap vector v = (v1, v2, v3) di ruang ke-3 dapat di ungkapkan dengan i, j, dan k, karenanya kita dapat menuliskan
v = (v1, v2, v3) = v1(1, 0, 0) + v2(0, 1, 0) + v3(0, 0, 1) = v1i + v2j + v3k
dan dalam gambar berikut :


dan dari gambar ini di dapat :
i x j = (|■(0&0@1&0)|,-|■(1&0@0&0)|,|■(1&0@0&1)|) = (0, 0, 1) = k

jika u dan v adalah vector-vektor taknol di ruang-3, maka norma u x v mempunyai tafsiran  geometric yang berguna. Identitas Lagrange, yang diberikan dalam teorema 5, menyatakan bahwa :
ll u x v ll2 = ll u ll2 ll v ll2 – u . v
jika  menyatakan sudut di antara u dan v, maka u . v  = ll u ll ll v ll cos , sehingga dapat kita tuliskan kembali :
ll u x v ll2 = ll u ll2 ll v ll2 – ll u ll2 ll v ll2 cos2 
  = ll u ll2 ll v ll2 (1 – cos2 )
   = ll u ll2 ll v ll2 sin

BAB IV
RUANG – RUANG VECTOR
5.1   RUANG-N EUCLIDIS
Definisi : jika n adalah sebuah bilangan bulat positif, maka tupel-n-terorde (ordered-n-tupel) adalah sebuah urutan n bilangan riil (a1,a2,………,an). himpunan semua tupe-n-terorde dinamakan ruang-n dan dinyatakan dengan Rn .
Bila n=2 atau 3, maka kita biasanya menggunakan istilah pasangan terorde dan tripel terorde dan bukannya tupelo-2-terorde dan tupelo-3-terorde. Bila n=1, setiap tupel-n-terorde terdiri dari satu bilangan riil, sehingga R1 dapat ditinjau sebagai himpunan bilangan riil. Kita biasanya menuliskan R dan bukannya R1 untuk himpunan ini.
Definisi dua vector u = (u1,u2,…..,un) dan v = (v1,v2,….,vn)pada Rn dinamakan sama jika
U1 = v1, u2 = v2, …..,un = vn
Jumlah u + vdidefinisikan oleh
u + v = (u1 + v1, u2 + v2,….,un + vn)
dan jika k adalah sebarang scalar, maka perkalian scalar ku didefinisikan oleh
ku = (ku1, ku2,…..kun)
Teorema 1. Jika u = (u1,u2,…..,un) , v = (v1,v2,….,vn) dan w = (w1, w2,…..,wn) adalah vector-vektor pada Rn dan k serta l adalah scalar, maka :
U + v = v + u
U + (v + w) = (u + v) + w
U + 0 = 0 + u = u
U + (-u) = 0, yakni u – u = 0
K (lu) = (kl) u
K(u + v) = ku + kv
(k + l)u = ku + lu
1u = u
Definisi. Jika u = (u1,u2,…..,un)  dan v = (v1,v2,….,vn) adalah sebarang vector pada Rn, maka hasil kali dalam euclidis (Euclidean inner product) u . v kita definisikan dengan
u.v = u1 v1 + u 2v2 + ….. + un vn
Contoh
Hasil kali dalam euclidis dari vector-vektor itu adalah
u = (-1, 3, 5, 7) dan v = (5, -4, 7, 0)
Sedangkan R4 adalah u.v = (-1)(5) + (3)(-4) + (7)(0) = 18
Teorema 2.  Jika u, v, dan w adalah vector pada Rn dan k adalah sebarang scalar, maka :
u . v =  v . u
(u + v) . w = u . w + v . w
(ku) . v = k(u + v
v . v ≥ 0. Selanjutnya, v . v = 0 jika dan hanya jika v = 0

Contoh
Teorema 2 membolehkan kita melakukan perhitungan dengan hasil kali dalm euclidis yang sangat merip dengan cara kita melakukan perhitungan hasil kali ilmu hitung biasa.
Misalnya,
(3u + 2v) . (4u + v) = (3u) . (4u + v) + (2v) . (4u + v)
                                 = (3u) . (4u) + (3u) . v + (2v) . (4u) + (2v) . v
                                = 12(u . v) + 3(u . v) + 8(v . u) + 2(v . v)
                                = 12(u . u) + 11(u . v) 2(v . v)
Berdasarkan analogi dengan rumus-rumus yang sudah kita kenal baik R2maupun R3, kita definisikan norma euclidis (atau panjang euclidis) vector u = (u1,u2,…..,un) pada Rn menurut
‖u‖=〖(u.u)〗^(1/2)=√(u_1^2+u_2^2+〖……..+u〗_n^2 )
Demikian juga jarak euclidis diantara titik u = (u1,u2,…..,un) dan titik v = (v1,v2,….,vn) pada Rn didefinisikan oleh
d(u,v)=‖u-v‖=√((u_1-v_1 )^2+(u_2-v_2 )^2+⋯+(u_n-v_n )^2 )
Contoh 3
Jika u = (1, 3, -2, 7) dan v = (0, 7, 2, 2) maka,
‖u‖=√(〖(1)〗^2 〖+(3)〗^2+〖(-2)〗^2+〖(7)〗^2 )=√63=3√7
Dan d(u,v) = √(〖(1-0)〗^2+〖(3-7)〗^2+〖(-2-2)〗^2+〖(7-2)〗^2 )=√58
Bagi vector pada notasi vertical, kita punyai rumus matriks
vtu = u . v
untuk hasil kali dalam euclidis. Misalnya jika
u=[■(-1@3@■(5@7))]   dan  v= [■(5@-4@■(7@0))]
Maka,
u .v=v^t u= [■(5&-4&■(7&0))]  [■(-1@3@■(5@7))]= [18]=18

5.2   RUANG VEKTOR UMUM
Definisi. Misalkan V sebarang himpunan benda yang dua operasinya kita definisikan, yakni penambahan dan perkalian dengan scalar (bilangan riil). Penambahan tersebut kita pahami untuk mengasosiasikan sebuah aturan dengan setiap pasang benda u dan v dalam V, yang mengandung elemen u + v, yang kita namakan jumlah u dan v; dengan perkalian scalar kita artikan aturan untuk mengasosiasikannya baik untuk setiap scalar k maupun setiap benda u pada V yang mengandung elemen ku, yang dinamakan perkalian scalar (scalar multiple) u oleh k. jika aksioma-aksioma berikut dipenuhi oleh semua benda u, v, w pada V dan oleh semua scalar k dan l, maka kita namakan V sebuah ruang vector (vector space) dan benda – benda pada V kita namakan vector :
jika u dan v adalah benda – benda pada V, maka u + v berada di V
u + v = v + u
u + (v + w) = (u + v) + w
ada sebuah benda 0 di V sehingga 0 + u = u + 0 = u untuk semua u di V
untuk setiap u di V, ada sebuah benda – u di V yang kita namakan negative u sehingga u + (- u ) = (-u)+u = 0
jika k adalah sebarang scalar dan u adalah sebarang benda di V, maka ku berada di V
K(u + v) = ku + kv
(k + l)u = ku + lu
K (lu) = (kl) u
1u = u
Teorema 3. Misalkan V adalah sebuah ruang vector, u sebuah vector pada V, dan k sebuah skalar, maka:
0u = 0
K0 = 0
(-1)u = -u
Jika ku = 0, maka k = 0 atau u = 0

5.3   SUB-RUANG
Definisi : Subhimpunan W dari sebuah ruang vector V dinamakan subruang (subspace) V jika W itu sendiri adalah ruang vector di bawah penambahan dan perkalian scalar yang didefinisikan pada V.
Teorema 4
Jika w adalah himpunan dari satu atau lebih vector dari sebuah ruang vector V, maka w adalah subruang dari V  jika dan hanya jika kondisi-kondisi berikut berlaku.
Jika u dan v adalah vector-vektor pada , maka u + v terletak di w
Jika k adalah sebarang scalar dan u adalah sebarang vector pada w, maka ku berada di w.
Contoh
Perlihatkanlah bahwa himpunan W dari semua matriks 2x2 yang mempunyai bilangan nol pada diagonal utamanya adalah subruang dari ruang vector M22 dari semua matriks 2x2 .
Pemecahan. Misalkan
A=[■(0&a_12@a_21&0)]

Adalah sebarang dua matriks pada matriks pada W dan k adalah sebarang scalar. Maka
kA=[■(0&〖ka〗_22@〖ka〗_21&0)]       dan     A+B=[■(0&a_12 b_12@a_21 a_21&0)]
Oleh karena kA dan A + B mempunyai bilangan nol diagonal utama, maka kA dan A + B terletak pada W. jadi, W adalah subruang dari M22
Contoh
Tinjaulah vector-vektor u = (1, 2, -1) dan v = (6, 4, 2) di R3. Perlihatkan bahwa w = (9, 2, 7) adalah kombinasi linear u dan v serta bahwa w’ = (4, -1, 8) bukanlah kombinasi linear u dan v.
Pemecahan.  Supaya w merupakan kombinasi linear u dan v, harus ada scalar k1 dan k2 hingga w = k1 u + k2 v ; yakni (4,-1, 8)=k1(1, 2, -1)+k2(6, 4, 2)
Atau (9, 2, 7)=(k1 + 6k2, 2k1 + 4k2, -k1 + 2k2)
Dengan menyamakan komponen yang bersesuaian memberikan
k1   + 6k2  = 4
2k1 + 4k2  = -1
-k1 + 2k2   = 8
System persamaan – persamaan ini tidak konsisten. Sehingga tidak ada scalar-skalar seperti itu. Sebagai konsekuensinya, maka w’ bukanlah kombinasi linear u dan v.
Definisi. Jika v1, v2,…,vr  adalah vector – vector pada ruang vector V dan jika masing – masing vector pada V dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear  v1, v2,…,vr  maka kita mengatakan bahwa vetor – vector ini merentang V.
Contoh
Vector-vektor i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0) dan k = (0, 0, 1) merentang R3 karena setiap vector (a, b, c) pada R3 dapat kita tuliskan sebagai
(a, b, c) = ai + bj + ck
Yang merupakan kombinasi linear I, j, dan k
Contoh
Tentukan apakah v1 = (1, 1, 2), v2 = (1, 0, 1), dan v3 = (2, 1, 3) merentang R3.
Pemecahan. Kita harus menentukan apakah sebarang vector b = (b1, b2, b3) pada R3 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear
b = k1 v1 + k2 v2 + k3 v3
dari vector – vector v1, v2, v3. Dengan menyatakan persamaan ini dalam komponen – komponen maka akan memberikan
(b1, b2, b3) = k1  (1, 1, 2) + k2  (1, 0, 1) + k3 (2, 1, 3) atau
(b1, b2, b3) = (k1 + k2 + 2 k3,    k1 + k3,     2k1 + k2 + 3k3
Dapat juga k1 + k2 + 2 k3 = b1
                     k1 +            k3 = b2
                               2k1 + k2 + 3k3 = b3
Menurut bagian a dan bagian d dari teorema 15, maka system ini akan konsisten untuk semua nilai b1, b2, dan b3 jika dan hanya matriks koefisien – koefisien dapat dibalik.
A = [■(1&1&2@1&0&1@2&1&3)] 
Tetapi det (A) = 0, sehingga A tidak dapat dibalik, dan sebagai konsekuensinya, maka v1, v2, v3 tidak merentang R3.
Teorema 5. Jika v1, v2,…,vr adalah vector-vektor pada ruang V, maka:
Himpunan W dari semua kombinasi linear v1, v2,…,vr adalah subruang V.
W adalah subruang terkecil dari V yang mengandung  v1, v2,…,vr  dalam arti bahwa setiap subruang lain dari V yang mengandung v1, v2,…,vr harus mengandung W.

5.4  KEBEBASAN LINIER
Definisi. Jika S = S={v_(1,) v_(2,…,) v_r } adalah himpunan vector, maka persamaan vector
k1 v1 + k2 v2 + … + kr vr = 0
mempunyai paling sedikit satu pemecahan, yakni
K1 = 0,     k2 = 0,….., kr = 0
Jika ini adalah satu-satunya pemecahan, maka S kita namakan himpunan bebas linier (linearly independen). Jika ada pemecahan lain, maka S kita namakan himpunan tak-bebas linier (linier dependent).

Contoh :
Himpunan vector-vektor S={v_(1,) 〖 v〗_2,v_3 }, dimana v1= (2, -1, 0, 3), v2 = (1, 2, 5, -1), dan v3 = (7, -1, 5, 8) adalah himpunan tak bebas linier, karena 3v1 + v2 – v3 = 0.
Contoh :
Tinjaulah vektor-vektor i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0) dan k = (0, 0, 1) pada R3. Ruas komponen persamaan vector
K1 i + k2 j + k3 k = 0
K1(1, 0, 0) + k2(0, 1, 0) + k3(0, 0, 1) = 0
Jadi , K1 = 0, k2 = 0 dan k3 = 0; sehingga himpunan S = (i, j, k) bebas linier. Uraian serupa dapat digunakan untuk memperlihatkan bahwa vector-vector e1 = (0, 0, 0, … , 1), e2 = (0, 1, 0, 0, …, 0), … ,en = (0, 0, 0, …,0) membentuk himpunan bebas linier pada Rn.














Contoh interpretasi geometric dari ketakbebasan linier dalam R2
















Gambar  4.6 (a) takbebas linier, (b) takbebas linier, (C) bebas linier

Teorema 8. Misalkan S={v_(1,) 〖 v〗_2,…,v_r } adalah himpunan vector-vektor pada Rn jika r > n, maka S takbebas linier.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

link teman UNIB

Muzayyin :  https://amuecangkreng.blogspot.com  Rizal :  https://belengsabe.blogspot.com  Kholeq :  https://Kholikmumfarisa.blogspot.com  Wa...